Tuesday, April 16, 2013

Pilih keyword Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia??

Ini hanya sekedar sharing..

Saya lebih sering menggunakan bahasa Inggris dibanding bahasa Indonesia dalam mencari informasi di Search Engine seperti Google, Yahoo, Bing, etc. Tahukah kenapa?

Terdapat dua alasan yang cukup kuat dan satu alasan sekunder :
Pertama, Karena kalau menggunakan bahasa Indonesia, banyak hasil yang didapatkan itu sama, maksud saya SITUS berbeda tapi ISI sama.!!
Terkesan banget tukang jiplak. Tidak kreatif. Tidak berpendidikan. 

Kedua, Banyak iklan.
Terkesan cuma mau cari duit, yang parah iklan lebih banyak daripada informasinya.

Ini paling sering ditemui pada Blog. Yang paling parah situs-situs (Red. Blog tersebut) di urutan pertama pula (banyak yang memakai Search Engine Optimizer tanpa pikir panjang) plus plus + iklan.!!! Saya paling benci kek begini. Jadinya dipikiran saya, seakan orang Indonesia itu nge-Blog cuma buat cari duit. Saya sih tidak melarang memanfaatkan Blog untuk mendapatkan duit, tapi setidaknya pakailah otak! Saring permintaan pemasangan iklan yang akan dipasang ke Blog, setidaknya iklannya masih berhubungan dengan tema Blog. Namun yang saya lihat kebanyakan, iklannya malah SEX dan 'SEX related' semua!!! Lalu yang membuat tambah parah dari iklan, iklannya berjumbel-jumbel sampai mau baca informasi aja susah (discroll kebawah, iklan juga ikut kebawah).

Ketiga, Informasi
Informasi yang ada tidak lengkap, tidak membantu, tidak menambah wawasan, tidak baru, dll..

Ini paling sering jatuh pada Forum. Adalah suatu kebiasaan member untuk hanya memberi simpati dan sekedar meninggalkan jejak komentar tanpa adanya informasi yang membantu. Sehingga tidak memberi bantuan informatif, tidak ada solusi apapun. Terkesan "Tong kosong nyaring bunyinya".



Kalau memakai bahasa Inggris, hasil pencarian cenderung lebih tepat serta menjawab apa yang saya cari. Banyak situs dengan topik sama namun ISI beda, banyak yang kreatif, dan yang paling kusuka adalah yang KREATIF terletak diurutan pertama.

Bukannya saya mentirikan bahasa nasional sendiri, namun itulah kenyataan (yang ternyata pahit).

Wednesday, April 3, 2013

Books : "The Sweet Sins" Rangga Wirianto Putra

"The Sweet Sins" novel (gay theme) karya anak bangsa Indonesia. Saya berkenalan dengan judul ini pas saya lagi baca-baca status teman di facebook. Lalu apa hebatnya novel ini? Novel ini adalah novel bertema kehidupan gay (pecinta sesama lelaki). Anda bisa dapatkan di toko buku Gramedia terdekat hanya harga yang lumayan sesuai menurut saya, yaitu 50.000IDR

Dari segi alur/plot cerita, novel ini tidaklah banyak berbeda dengan cerita-cerita gay yang pada umumnya. Cerita di novel ini mengangkat kisah seorang lelaki yang broken home. Dia menemukan seseorang yang mampu melengkapi bagian hatinya yang telah lama kosong. Pasangan masa depannya menolong dia setelah dia dihajar oleh sekelompok gay (yang tentu saja menawar harga tertinggi) yang ditolaknya pada pelelangan (dia melelangkan dirinya, jadi semacam PSK lelaki) di sebuah klub. Dari pertemuan ini Dia merasakan suatu perasaan aneh namun nyaman dan feeling secure ketika bersamanya. Cerita ini diakhiri dengan ending yang menurut saya sulit dikatakan (entah sad atau happy), karena Dia tidak dapat hidup bersama dengan pasangannya (karena pasangannya di 'paksa', dalam artian halus, untuk menikah) namun, dari perpisahan ini Dia juga belajar sesuatu tentang hidup, belajar 'melepas'.

Penulis juga melakukan begitu banyak perkejaan rumahnya dan melakukannya dengan baik. Penulis mampu menggabungkan beberapa percakapan yang pernah terjadi kedalam cerita (yang diklaim penulis dibagian Pengantar), sehingga cerita yang di novel ini tidak terlihat terlalu dibuat-buat alias fiksi banget. Ya, jujur saja, saya membaca dan saya dapat merasakan suatu feeling di ceritanya. Nah, ada lagi, penulis juga, menurut klaim penulis di Pengantar, bahwa susunan cerita ini terinspirasi dari seni opera Eropa, bahkan disetiap bab ada dikenalkan musik opera (dan tentu saja ditulis arti musik itu). Walau saya bukan orang yang mengerti musik, namun menurut saya itu bagus, jarang ada penulis yang sebegitunya merepotkan diri untuk memikirkan 'musik' didalam novel. Bahkan didalam cerita, pada berbagai bagian, banyak terdapat karya-karya seni, bahkan juga deskripsi tempat-tempat yang dikunjungi dan mitos-mitos,kutipan-kutipan dari karya tulis (entah itu novel atau buku self-help), yang diungkapkan penulis sebagai pendukung cerita. Mungkin karena itulah saya sepertinya merasakan feeling yang penulis masukan. Ada satu lagi : saya merasakan penulis membuat aktor protagonis 'belajar'.

Sulit deh saya mendeskripsikannya.. soalnya banyak yang hanya ada diperasaan.. hehe.. pokoknya baguslah.. banyak yang bisa dipelajari dari novel ini.

Bagian yannngggg saya suka dari Novel ini adalah novel ini tidak hanya sekedar memberi gambaran cerita cinta, namun juga memberi pelajaran. Selain menceritakan kisah cinta, penulis juga berusaha memberi suatu value pembelajaran. Ada filosofi hidup yang dibawa novel ini.
  "Aku belajar tentang caranya melepas. Setelah kemarin-kemarin aku belajar tentang bagaimana caranya memiliki, menjaga, berjuang. Kini, aku belajar tentang melepas." Dikutip dari hal 340, percakapan antara Dia dengan pasangannya.

Banyak pembelajaran tentang kehidupan, 'perasaan atau logika', dalam sepanjang cerita yang dikisahkan.

Bukan hanya dapat dibaca namun juga dapat dirasakan.
Bukan hanya penghibur namun juga pembelajaran.
Bukan hanya percintaan namun juga perjuangan.